Skip to main content
Boy Yendra Tamin

follow us

Bilou Eco Resort Yang Ramah Lingkungan di Pulau Awera Kepulauan Mentawai

Oleh. Harfiandri Damanhuri

Dosen Pascasarjana Univ Bung Hatta

Bilou Eco Resort di Pulau Awera Kepulauan Mentawai, adalah salah satu resort yang menerapkan menajemen ramah lingkungan dan berazazkan pembangunan berkelanjutan, dalam pemanfaatan kawasan dan bentangan alam kepulauan.

Resort ini memanfaatkan dan menggunakan air hujan, yang ditampung khusus dalam beberapa galon kapasitas besar untuk mendukung aktifitas diresortnya

Air minum yang digunakan bersumber dari air hujan, hasil penampungan setiap hari turunya hujan dalam beberapa galon kapasitas besar. Lalu air hujan disalurkan ke ember khusus dan dimasukan ke dalam galon air (19 L) melalui filter karbonat. Air dalam galon dapat langsung diminum.

Begitu juga sistem limbah dapur, sudah langsung dipisahkan. Sehingga yang dicuci adalah piring/peralatan makan yang kotor. Air buangan cucian, sudah disiapkan alat pemisah antara air dan minyak secara sederhana. Model pemisahan air dan lemak ini dapat diaplikasi oleh siapa saja dan di resort mana saja.

Sedangkan sisa dapur dibuang pada ember khusus. Apabila ember penuh, siap dibawa ke pusat pembuangan sampah di Tuapeijat.

Sedangkan limbah/sisa seperti kaca, almunium, kertas, plastik dimasukan ke dalam ember besar, khusus penampung sisa dari aktifitas kegiatan operasional resort.

Sumber energi listrik juga memanfaatkan sumber alami cahaya matahari dengan sistem solar sel. Walaupun sumber cahaya tersedia setiap waktu, resort tetap menyediakan satu unit ginset cadangan.

Hal ini untuk mengantisipasi, apa bila rendahnya kapasitas isi panel solar sel yang dipasang, diatas atap salah satu pondok tamu (front office) dibagian depan areal resort.

Pemanfaatan semua energi berbasis dari sumber daya alam ini, didukung oleh keunikan iklim hutan hujan basah tropis di Gugusan Kepulauan Mentawai.

Keberadaan hutan hujan tropis ini, tetap dijaga, dipelihara dan dirawat melalui kehadiran Taman Nasional Siberut (TNS), di pulau paling besar di Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Keberadaan TNS ini bertujuan melindungi hutan. Juga melindungi masyarakat asli Mentawai. Karena hilangnya "Hutan Mentawai" berarti kita akan kehilangan kehidupan masyarakat, budaya dan biota endemik Mentawai yang original.

Keberadaan TNS ini adalah anti tesis dari eksploitasi hutan Mentawai, dengan berbagai alasan. Ada berbagai alasan dengan berbagai penemuan baru, yang tujuannya adalah untuk kesejahteraan masyarakat.

Akan tetapi dalam implementasinya, bisa saja terjadi berbeda dari proposal awal, dimana akan terjadi pembabatan terhadap hutan Mentawai secara bertahap dan masif. Lalu hutan alami pulau kecil yang terisolasi ribuan tahun ini, diganti dan ditanam dengan tanaman varitas baru. Tumbuhan atau vegetasi yang tidak biasa tumbuh dan dikenal oleh masyarakat asli di Mentawai.

Ini adalah tantangan terberat dalam menyelamat Hutan Hujan Tropis Mentawai, menyelamatkan masyarakat asli Mentawai dan masyarakat umumnya yang hidup dan beraktifitas disekitar kawasan TNS.

Sejarah membuktikan, bahwa kehidupan sosial budaya Mentawai, tidak bisa tidak, terlepas dari kehadiran dan keberadaan hutan Mentawai yang unik dan mengiuran orang lain di luar pulau Mentawai, untuk masuk dan bermain dalam kawasan hutan yang lebat, padat, asri dan sejuk ini.

Hasil diskusi bersama Buk Desti Simanora yang menyatakan, bahwa PAD dari kunjungan tamu surfing dan tamu wisata bahari lainnya pada 2017 mencapai angka 8 Milyar.

Pemasukan besar ini, adalah income asli untuk masyarakat di Kepulauan Mentawai yang berasal dari tamu wisatawan internasional. Mereka berlomba datang karena gulungan ombak, budaya alami asli Mentawai, keindahan hutan dan kehidupan liar hutan hujan basah Mentawai, bukan bersumber dari eksploitasi sumber daya alami dalam gugusan pulau.

Pada 2018 angka income dapat mencapai 8.3 Milyar, sumber pemasukan asli untuk Kabupaten Kepulauan Mentawai. Nilai ini didapatkan karena pengelolaan dan manajemen yang benar dan baik. Serta konsistennya aturan yang diterapkan dilapangan. Walaupun masih terdapat kebocoran dengan masuknya tamu bule ke Mentawai melalui private boad.

Pendapatan asli ini, hanya bersumber dari tamu surfing, tamu wisata bahari (snorkeling dan diving), dan tamu wisata budaya yang semuanya mengandalkan keberadaan ekosistem terumbu karang, ombak dan budaya serta hutan indah dan menantang.

Sehingga keberadaan karang-karang tepi pulau, akan membentuk banyak titik-spot ombak disetiap lini, disetiap sisi pulau di Gugusan Kepulauan Mentawai.

Keberadaan hutan alamiah Mentawai dengan 4 biota endemik ; bilou, simakobu, bokkoi dan joja, hidup dalam harmoni hutan. Hilangnya hutan, berarti kita ikut berkontribusi menghilang masyarakat asli Mentawai.

Juga akan berdampak langsung terhadap menghilangnya biota endemik, juga menghilangkan pranata sosial dan budaya asli mereka.

Karena lemahnya pemahaman tentang "Arat Sabulungan", yang tidak diketahui sacara filosofi oleh masyarakat diluar komunitas masyarakat asli Mentawai.

Pengrusakan hutan, andai jika ini terjadi, akan mengakibatkan tingginya kadar TSS dalam aliran sungai. Aliran sungai akan masuk sampai ke pesisir pantai pada laut dangkal. Dimana kawasan tersebut adalah kawasan kehidupan dan tumbuh kembangnya ekosistem terumbu karang yang unik dan khas.

Masuknya aliran air keruh tinggi sendimen ini, akan mengakibatkan tertutupnya polip-polip karang. Sehingga karang tidak dapat tumbuh baik dan bahkan akan mengalami kematian secara gradual. Apalagi ditambah oleh pengaruh global warming yang dampaknya sudah terasa dan terlihat nyata pada ekosistem terumbu karang pantai barat Sumatera (peristiwa coral bleaching).

Kematian eksosistem karang, pada akhirnya akan menghilang keberadaan gulungan ombak surfing. Pada akhirnya akan mengurangi jumlah tamu yang akan datang ke resort eko wisata. Dan akhirnya semua resort akan tutup. Karena rendahnya jumlah dan lamanya tamu asing menetap di Mentawai.

Ujung dari peristiwa ini semua adalah kerugian bagi masyarakat lokal dan juga kerugian pemerintah daerah. Untuk itu, mari kita jaga hutan daratannya, kita jaga aliran sungai yang masuk ke laut dan jaga keberadaan hutan bakaunya.

Tidak kalah pentingnya adalah menjaga keberadaan ekosistem terumbu karang, ekosistem lamun dan ekosistem rumput laut serta kealamiahan alam laut dengan tingkat kebersihan air laut yang masih baik. Dengan aroma amis dan wangi garam, yang tidak bisa dilihat secara kasat mata dari luar atau di atas perairan saja tapi dapat dirasakan dan dinikmati dibawah laut dengan kaca mata khusus.

Apa kata Lia, bule Cina dari Siminyak Bali, pantai Mentawai sangat bersih, indah, alami. Lautnya tidak ada sampah. Ikan sangat banyak dan tidak terlalu jauh ke tengah untuk memancing ikan.

Juga yang unik di palau pantai barat ini adalah tato yang beragam penuh arti dan makna, sebagai sebuah identitas asli Mentawai, asli Indonesia.

Mari belajar ke Mentawai bagaimana mengimplementasi pembangunan berkelajutan tersebut.

Sebagai salah satu contoh model adalah keberadaan Bilou Eco Resort di Pulau Awera, Sipora Utara. Tidak jauh dari pantai Pelabuhan Kapal Tuapeijat.

Hanya perlu waktu 3.5 jam dari Kota Padang, plus 15-20 menit ke tepian Pulau Awera yang indah, eksotik, penuh pesona dan makna. Semoga, salam konservasi (hd/UBH, 05 Mei 2019).

Spesial Untuk Anda:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar