Skip to main content
Boy Yendra Tamin

follow us

Tindak Pidana Dalam Pemilukada dan Penyelesaiannya

Oleh Adithiya Diar, SH

Meskipun sebuah pesta demokrasi, tetapi dalam Pemilukada (Pilkada) ada sejumlah perbuatan dalam rangka pemilukada  yang digolongkan sebagai tindak pidana – dunia hukum

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan wakil kepala daerah merupakan suatu keharusan yang diselenggarakan oleh setiap daerah melalui Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Pemilihan ini tidak lain dan tidak bukan, bertujuan untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung oleh rakyat didaerah yang menyelenggarakan. Hal ini merupakan amanat pasal 24 ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sedangkan defenisi dari Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah itu sendiri terdapat dalam pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah. Yang mana dalam pasal ini memberikan defenisi bahwa Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang selanjutnya disebut pemilihan adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Baca juga : Pengawasan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2019 dan Bentuk Tindak Pidana Berdasarkan UU Pilkada

Didalam penyelenggaraan Pilkada dan wakil kepala daerah yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dari pasal 56 sampai dengan pasal 114, telah banyak mengalami perubahan dan penambahan pasal sesuai dengan perubahan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 itu sendiri. perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, telah dilaksanakan sebanyak 2 kali. Yaitu dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Selain itu, juga dibentuk Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 guna melengkapi aturan-aturan yang belum ada aturannya dalam hal mengenai Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah. Yang mana perubahan dan penambahan aturan itu bertujuan agar penyelenggaraan Pilkada dan wakil kepala daerah dapat berjalan secara demokratis sesuai dengan amanat pasal 18 ayat (4) UUD 1945.

Alasan utama ditetapkannya pemilihan langsung terhadap kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh rakyat didaerah yang menyelenggarakan adalah agar mereka yang terpilih benar-benar telah melalui proses seleksi dari bawah karena prsetasi moral, intelektual, dan pengabdiannya pada masyarakat selama ini. Tetapi, rupanya gagasan mulia ini sulit terwujud mengingat umumnya masyarakat tidak memiliki informasi yang cukup tentang kepala daerah maupun wakil kepala daerah yang mencalonkan diri, apakah mereka merupakan tokoh – tokoh bermoral dan memiliki kompetensi atau tidak. Rakyat di dalam melaksanakan haknya sebagai pemilih, dijamin keamanannya oleh Negara, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nuraninya masing-masing. Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain, serta pihak yang terkait sebagai penyelenggara harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap pemilih mendapatkan perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan oleh pihak manapun.

Didalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ini, terdapat beberapa ketentuan-ketentuan yang mengandung ancaman pidana bagi setiap orang atau penyelenggara pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang melanggarnya. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, memuat perbuatan-perbuatan yang dilarang itu pada bagian kedelapan, paragraf tujuh, dari pasal 115 sampai pasal 119 yang memuat Ketentuan Pidana Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Yang mana perbuatan yang dilarang itu juga terjadi penambahan oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 hanya terdapat 27 bentuk perbuatan yang digolongkan tindak pidana, setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, bentuk perbuatan yang digolongkan kedalam tindak pidana pada Pilkada pun telah bertambah 3 bentuk. Sehingga perbuatan yang di golongkan kedalam tindak pidana Pilkada inipun bertambah menjadi 30. pada UU No.12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 1 angka 14 yang mengubah Pasal 115, terjadi perubahan tentang pemidanaan. Ancaman pidana penjara dan denda pada pasal 115 yang telah diubah, juga terjadi penambahan. Sehingga Pasal ini mengandung ancaman pidana yang sangat berat bagi seseorang, anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU Kabupaten/kota, dan anggota KPU Provinsi yang melakukan perbuatan pada pasal 115 ini. Adapun rincian perbuatan yang dilarang itu dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

  1. Pasal 115 ayat (1) "Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu mengenai diri sendiri maupun orang lain yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih". Pidana penjara minimal 3 bulan dan maximal 12 bulan dan/atau denda minimal Rp. 3.000.000,- dan maximal Rp. 12.000.000,-

  2. Pasal 115 ayat (2) "Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dan orang yang kehilangan hak pilih tersebut mengadukan". Pidana penjara minimal 12 bulan dan maximal 24 bulan dan/atau denda minimal Rp. 12.000.000,- dan maximal Rp. 24.000.000,-
  3. Pasal 115 ayat (3) "Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan surat yang menurut suatu aturan dalam UU ini diperlukan untuk menjalankan suatu perbuatan dengan maksud untuk digunakan sendiri atau orang lain sebagai seolah-olah surat sah atau tidak dipalsukan". Pidana penjara minimal 36 bulan dan maximal 72 bulan dan/atau denda minimal Rp. 36.000.000,- dan maximal Rp. 72.000.000,-
  4. Pasal 115 ayat (4) "Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat yang tidak sah, padahal surat itu telah diketahuinya tidak sah". Pidana penjara minimal 36 bulan dan maximal 72 bulan dan/atau denda minimal Rp. 36.000.000,- dan maximal Rp. 72.000.000,-
  5. Pasal 115 ayat (5) "Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekuasaan yang ada padanya saat pendaftaran pemilih menghalang – halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam pemilihan kepala daerah menurut UU ini". Pidana penjara minimal 12 bulan dan maximal 36 bulan dan/atau denda minimal Rp. 12.000.000,- dan maximal Rp. 36.000.000,-
  6. Pasal 115 ayat (6) "Setiap orang yang Dengan sengaja memberikan keterangan palsu atau menggunakan surat palsu seolah-olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah". Pidana penjara minimal 36 bulan dan maximal 72 bulan dan/atau denda minimal Rp. 36.000.000,- dan maximal Rp. 72.000.000,-
  7. Pasal 115 ayat (7) "Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu atau menggunakan identitas diri palsu untuk mendukung bakal pasangan calon perseorangan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 59". Pidana penjara minimal 12 bulan dan maximal 36 bulan dan/atau denda minimal Rp. 12.000.000,- dan maximal Rp. 36.000.000,-
  8. Pasal 115 ayat (8) "Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU kabupaten/kota, dan anggota KPU provinsi yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam UU ini". Pidana penjara minimal 36 bulan dan maximal 72 bulan dan/atau denda minimal Rp. 36.000.000,- dan maximal Rp. 72.000.000,-
  9. Pasal 115 ayat (9) "Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU kabupaten/kota, dan anggota KPU provinsi yang dengan sengaja tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam UU ini". Pidana penjara minimal 36 bulan dan maximal 72 bulan dan/atau denda minimal Rp. 36.000.000,- dan maximal Rp. 72.000.000,-
  10. Pasal 116 ayat (1) "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPUD untuk masing-masing pasangan calon, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2)". Pidana penjara paling singkat 15 hari atau paling lama 30 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- atau paling banyak Rp. 1.000.000,-
  11. Pasal 116 ayat (2) "Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f". Pidana penjara minimal 3 bulan atau maximal 18 bulan dan/atau denda minimal Rp. 600.000,- atau maximal Rp. 6.000.000,-
  12. Pasal 116 ayat (3) "Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dan Pasal 79 ayat (1), ayat (3) dan ayat (4)". Pidana penjara minimal 1 bulan dan maximal 6 bulan dan/atau denda minimal Rp. 600.000,- atau maximal Rp. 1.000.000,-
  13. Pasal 116 ayat (4) "Setiap pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri dan kepala desa yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83". Pidana penjara minimal 1 bulan atau maximal 6 bulan dan/atau denda minimal Rp. 600.000,- atau maximal Rp. 6.000.000,-
  14. Pasal 116 ayat (5) "Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye". Pidana penjara minimal 1 bulan atau maximal 6 bulan dan/atau denda minimal Rp. 600.000,- atau maximal Rp. 6.000.000,-
  15. Pasal 116 ayat (6) "Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (3)". Pidana penjara minimal 4 bulan atau maximal 24 bulan dan/atau denda minimal Rp. 200.000.000,- atau maximal Rp. 1.000.000.000,-
  16. Pasal 116 ayat (7) "Setiap orang yang dengan sengaja menerima atau memberi dana kampanye dari atau kepada pihak-pihak yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1), dan/atau tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2)". Pidana penjara minimal 4 bulan atau maximal 24 bulan dan/atau denda minimal Rp. 200.000.000,- atau maximal Rp. 1.000.000.000,-
  17. Pasal 116 ayat (8) "Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu dalam laporan dana kampanye sebagaimana diwajibkan oleh UU ini". Pidana penjara minimal singkat 2 bulan dan maximal 12 bulan atau denda minimal Rp. 1.000.000,- atau maximal Rp. 10.000.000,-
  18. Pasal 117 ayat (1) "Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih". Pidana penjara minimal 2 bulan dan maximal 12 bulan dan/atau denda minimal Rp. 1.000.000,- atau maximal Rp. 10.000.000,-
  19. Pasal 117 ayat (2) "Setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih Pasangan calon tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah". Pidana penjara minimal 2 bulan dan maximal 12 bulan dan/atau denda minimal Rp. 1.000.000,- atau maximal Rp. 10.000.000,-
  20. Pasal 117 ayat (3) "Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja mengaku dirinya sebagai orang lain untuk menggunakan hak pilih". Pidana penjara minimal 15 hari dan maximal 60 hari dan/atau denda minimal Rp. 100.000,- dan maximal Rp. 1.000.000,-
  21. Pasal 117 ayat (4) Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kalidi satu atau lebih TPS". Pidana penjara minimal 1 bulan dan maximal 4 bulan dan/atau denda minimal Rp. 200.000,- dan maximal Rp. 2.000.000,-
  22. Pasal 117 ayat (5) "Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutaan suara". Pidana penjara minimal 6 bulan dan maximal 3 tahun dan/atau denda minimal Rp. 1.000.000,- dan maximal Rp. 10.000.000,-
  23. Pasal 117 ayat (6) "Seorang majikan atau atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan". Pidana penjara minimal 2 bulan dan maximal 12 bulan dan/atau denda minmal Rp. 1.000.000,- dan maximal Rp. 10.000.000,-
  24. Pasal 117 ayat (7) "Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara mendampingi seorang pemilih selain yang diatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1)". Pidana penjara minimal 2 bulan dan maximal 12 bulan dan/atau denda minmal Rp. 1.000.000,- dan maximal Rp. 10.000.000,-
  25. Pasal 117 ayat (8) "Setiap orang yang bertugas membantu pemilih sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) dengan sengaja memberitahukan pilihan sipemilih kepada orang lain". Pidana penjara minimal 2 bulan dan maximal 12 bulan dan/atau denda minmal Rp. 1.000.000,- dan maximal Rp. 10.000.000,-
  26. Pasal 118 ayat (1) "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan Pasangan Calon tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara suaranya berkurang". Pidana penjara minimal 2 bulan dan maximal 1 tahun dan/atau denda minimal Rp. 1.000.000,- dan maximal Rp. 10.000.000,-
  27. Pasal 118 ayat (2) "Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel". Pidana penjara minimal 4 bulan atau maximal 2 tahun dan/atau denda minimal Rp. 2.000.000,- dan maximal Rp. 20.000.000,-
  28. Pasal 118 ayat (3) "Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya hasil pemungutan suara yang sudah disegel". Pidana penjara minimal 15 hari dan maximal 2 bulan dan/atau denda minimal Rp. 100.000,- dan maximal Rp. 1.000.000,-
  29. Pasal 118 ayat (4) "Setiap orang yang dengan sengaja mengubah hasil perhitungan suara dan/atau berita acara dan sertifikat hasil perhitungan suara". Pidana penjara minimal 6 bulan dan maximal 3 tahun dan/atau denda minimal Rp. 100.000.000,- dan maximal Rp. 1.000.000.000,-
  30. Pasal 119 Jika tindak pidana dilakukan dengan sengaja oleh penyelenggara atau pasangan calon Ditambah 1/3 dari pidana yang diatur dalam Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, dan Pasal 118.
Didalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, KPUD dibantu oleh Panitia Pengawas Pemilihan yang bertanggungjawab dan dibentuk oleh DPRD, dengan Keputusan Pimpinan DPRD. Anggota dari Panitia Pengawasan terdiri dari unsur Kepolisian, Kejaksaan, Perguruan Tinggi, Pers dan Tokoh Masyarakat. Didalam menjalankan tugasnya, Panitia Pengawas tidak memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan apabila terjadi suatu tindak pidana dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Polisilah yang memegang kewenangan ini. Namun, Panitia Pengawas berhak memutuskan untuk menindaklanjuti atau tidak menindaklanjuti laporan yang diterima dari masyarakat. Laporan sebagaimana dimaksud adalah disampaikan oleh pelapor ke Panitia Pengawas paling lama 7 (tujuh) hari sejak terjadinya pelanggaran berdasarkan amanat Pasal 111 ayat (2) PP Nomor 6 Tahun 2005. Sedangkan dalam hal pengawas pemilu memerlukan keterangan tambahan dari pelapor untuk melengkapi laporannya, putusannya dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah laporan diterima sesuai dengan yang telah di atur dalam Pasal 111 ayat (3) PP Nomor 6 Tahun 2005.
    Untuk laporan yang bersifat sengketa dan tidak mengandung unsur pidana, maka Panitia Pengawas lah yang berwenang untuk menyelesaikannya. Sementara itu bila laporan yang bersifat sengketa dan mengandung unsur pidana, maka Panitia Pengawas akan meneruskan laporan yang diterima kepada aparat kepolisian sebagai penyidik. Penyidikan terhadap laporan sengketa yang mengandung unsur tindak pidana dalam penyelenggaraan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dilakukan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Penyidikan atas tindak pidana yang telah ditemukan akan diselesaikan dalam waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemeriksaan atas tindak pidana dalam pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ini, dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum.

    Daftar Pustaka

    Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen), Cetakan kedua, Pustaka Yustisia, 2008.

    Afnil Guza, Undang-Undang PEMDA (Pemerintahan Daerah), cetakan keempat, asa mandiri, 2009.

    Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005, legal agency, 2008

    Yusuf Kalla, Zarkasih, dkk, Pergulatan Partai Poltik Di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm 24.

    Spesial Untuk Anda:

    Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
    Buka Komentar