Skip to main content
Boy Yendra Tamin

follow us

Apa Sesungguhnya Alasan Kegunaan RUU Ormas?

Keberadaan ormas di Indonesia sudah sejak dari lama  tumbuh dan berkembang sedemikian rupa dan dimensinya. Karena itu menarik untuk disimak apa sesungguhnya alasan kegunaan RUU Orman. Berikut ini adalah sebuah tulisan yang menarik untuk dibaca dari Meuthia Ganie-Rochman, sosiolog organisasi dan  pengajar di Universitas Indonesia menarik untuk di baca  (dunia hukum-h-1)

Apa Sesungguhnya Alasan Kegunaan RUU Ormas?

Oleh: Meuthia Ganie Rochman

Suatu undang-undang atau rancangan undang-undang dinilai keabsahan dan legitimiasinya dari dua hal: alasan kegunaannya (reason of the rule) dan konsistensi logika hukumnya (rule of the reason). RUU Ormas yang bertujuan mengatur organisasi kemasyarakatan tidak mempunyai pembenaran pada kedua dimensi itu.

Tulisan ini fokus pada kondisi yang pertama, karena tulisan tentang dimensi yang kedua sudah pernah ditulis orang lain. Tulisan ini mempunyai tesis bahwa RUU Ormas mempunyai latar belakang paradigmatik berkaitan cara negara/pemerintah memandang dirinya dan organisasi kemasyarakatan. Kondisi paradigmatik ini kemudian bersatu dalam kondisi penyatuan (convergence), kondisi nyaman (convenience), bahkan juga  kepentingan.

Suatu negara dalam berinteraksi dengan organisasi kemasyarakatan setidaknya mempunyai empat macam hubungan, yaitu hubungan pengaturan negatif, fasilitasi, kemitraan, dan promosi (endorsing).

Peran regulasi negatif pada dasarnya membuat batasan-batasan untuk menghindari munculnya kondisi negatif terhadap subyek hukum maupun pihak lain. Contohnya, kewajiban membuat laporan keuangan bagi organisasi yang menggunakan dana masyarakat untuk mencegah penyalahgunaan dana, aturan yang menghukum dilakukannya kekerasan, atau pemberian informasi palsu pada publik.

Hubungan yang kedua adalah fasilitasi, yaitu negara memperkuat kemampuan organisasi kemasyarakatan dalam mengelola sumber daya lokal. Misalnya melalui fasilitas informasi dan pengetahuan, menciptakan kemudahan melakukan kerja sama, dan mendapat akses ke berbagai sumber daya.

Peran dan hubungan yang ketiga adalah kemitraan, yaitu negara mendorong kapasitas dan keterlibatan ormas dalam mengelola sumber daya publik, termasuk di dalamnya, mengembangkan skema dan prosedur pelibatan ormas dalam sumber daya publik.

Keempat adalah mempromosikan (endorsing), yaitu negara memberikan legitimasi formal terhadap ormas untuk menciptakan kemudahan dan peningkatan kinerja ormas dalam berbagai program perbaikan kondisi kemasyarakatan. Termasuk di dalamnya keterlibatan Ormas dalam menilai pemerintah dan pejabat publik lainnya secara kritis.

Mengapa suatu negara perlu melakukan keempat dimensi di atas? Semua itu berdasarkan kenyataan bahwa setiap institusi negara memunyai banyak keterbatasan dalam melakukan upaya mensejahterakan masyarakat, apalagi khususnya negara seperti Indonesia. Bagaimana suatu pemerintah/negara memenuhi dimensi-dimensi ini mencerminkan beberapa hal penting, yaitu pandangannya tentang masyarakat, orientasi dalam melakukan pembangunan, kepentingan politik, dan kapasitas institusi negara dalam berinteraksi dengan organisasi masyarakat.

Orientasi Pembangunan Pemerintah dan Politisi

Sejak Orde Baru hingga saat ini, alokasi dana pembangunan sangat kecil, sebagian besar untuk membiayai birokrasi. Paradigma negara adalah negara mengurusi dan menyediakan, bukan dengan memperkuat organisasi masyarakat untuk ikut menangani persoalan negara. Tidak mengherankan bahwa hingga kini birokrasi begitu gemuk dan tidak efisien dalam menangani persoalan pembangunan. Sulit berharap negara melakukan transformasi sosial ekonomi seperti di negara-negara Asia Timur.

Indikasi dari penilaian di atas bisa dilihat, misalnya, perbandingannya dengan belanja modal adalah (APBN-P 2012), anggaran birokrasi  sekitar Rp400 triliun. Ini terdiri atas belanja pegawai Rp212,25 triliun dan belanja barang Rp186,58 triliun. Angka itu jauh lebih besar dibandingkan belanja modal yang hanya Rp168,67 triliun. Itupun ditambah tidak efektifnya penyerapan yang hampir 50 persen. Padahal inilah yang menggerakkan roda pembangunan

Ada beberapa latar belakang dari kenyataan di atas. Pertama bahwa jalan pembangunan menggunakan perspektif “negara yang mengatur dan memberi”. Hal ini tentu sejalan dengan kepentingan untuk mendapat dukungan politik karena birokrasi memberikan pekerjaan.

Kedua adalah miskinnya visi dari negara untuk menggerakkan pengetahuan, kecakapan, dan kemampuan pengelolaan sumber daya masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari miskin dan buruknya program pengembangan usaha kecil, koperasi, kesejahteraan petani, dan sebagainya.

Sejauh ini tidak tampak kebijakan pemerintah yang mampu mendorong inovasi dalam masyarakat. Kasus program PNPM yang bertujuan mendorong pemberdayaan masyarakat, seperti yang ditujukan oleh berbagai studi dari Bank Dunia maupun organisasi-organisasi riset lainnya, tidak banyak mendorong perubahan dalam kapasitas masyarakat. Salah satu sumber ketidakberhasilannya adalah gagal mendorong perubahan pada organisasi masyarakat, sehingga lebih sebagai program penyaluran dana.

Fungsi mengatur hanya sebagian kecil saja dari fungsi negara terhadap Ormas. Itupun harus diletakan dalam konteks permasalahan/kondisinya. Permintaan agar Ormas dengan definisi yang tercantum, agar minimum terdaftar dengan sejumlah persyaratan organisasional sungguh suatu tindakan yang sengaja atau tidak menyimpangkan energi dan menyurutkan motivasi anggota masyarakat.

Bayangkan jika anggota masyarakat di banyak tempat masih enggan untuk mengurus persoalan yang langsung dihadapi komunitasnya, harus ditambah permintaan melakukan pendaftaran. Mendaftar itu berarti juga personifikasi tanggungjawab lebih bagi orang tertentu dalam organisasi informal. Beberapa studi menunjukkan keengganan berorganisasi karena enggan menerima tanggungjawab yang diminta dari kewajiban peraturan atau akibat dari berinteraksi dengan lembaga formal yang tidak dipercayai.

Selain itu ada masalah lain yang potensial terjadi. Di tengah persoalan politik lokal yang tidak sehat, sangat mungkin aturan administratif dijadikan alat untuk mengontrol Ormas. Peraturan administratif bisa digunakan untuk menekan kelompok lain.

Kesimpulan

Dengan kapasitas negara seperti saat ini dan juga politisasi lokal yang tidak sehat, negara harus sangat mengurangi pengaturan terhadap Ormas. Pengaturan mensyaratkan lembaga negara yang kuat (juga tidak dipenetrasi), stabil, dan akuntabel. Pendekatan negara mengurusi secara dominan sudah sangat ketinggalan zaman. Peran negara saat ini harus lebih memfasisitasi dan mengkoordinasi dari energi masyarakat agar saling memperkuat.

Ormas sendiri terdiri dari Ormas yang mengurusi urusan sederhana, komunitas hingga program pemberdayaan masyarakat di banyak daerah. Sebagian bisa menjadi pendorong bagi yang lain. Contohnya Ormas yang bergerak di bidang kesadaran konsumen, komunikasi publik (misalnya radio komunitas), pendidikan, dan sebagainya. Lebih baik pemerintah dan politisi belajar tentang keragaman fungsi dan potensi organisasi non-pemerintah, lalu memikirkan kebijakan yang memperkuat mereka.

Sumber: metrotvnews.com/from/kolom/2013/06/04/328 – time akses 18/6/2013- 10.46

Spesial Untuk Anda:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar