Skip to main content
Boy Yendra Tamin

follow us

Pemberantasan Korupsi Yang Pro-Pembangunan

Oleh Zulnaidi
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Univ Bung Hatta

Maraknya aksi penolakan terhadap rencana DPR melakukan revisi UU KPK memberikan sinyal kepada bangsa ini bahwa korupsi masih menjadi musuh utama di negeri ini - terlepas dari materi revisi, publik seperti ingin menunjukkan bahwa mengutak-atik KPK berarti berpihak pada korupsi.

Lima belas tahun paska keluarnya UU Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (UU no. 31/1999) dan tiga belas tahun sejak berdirinya KPK (UU no. 30/2002), korupsi dan pemberantasan tindak pidana korupsi masih menyisakan banyak persoalan bagi bangsa ini, baik terkait dengan efektivitas pemberantasan korupsi maupun implikasinya terhadap keberlanjutan agenda pembangunan.

Pemberatasan korupsi tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan pembangunan, malah sebaliknya bahwa agenda pemberantasan korupsi yang awal-awalnya berangkat dari filosofi menyelamatkan kebocoran keuangan negara agar bisa dipergunakan sepenuhnya untuk pembangunan menemukan jalan terjal yakni menimbulkan ketakutan yang bedampak pada rendahnya serapan APBN dan APBD yang juga berarti pembangunan mengalami perlambatan. Hal dapat kita lihat dari pernyataan Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro (13/7/2015), ...banyak pejabat di daerah takut dikriminalisasi terjerat korupsi karena banyak aturan yang tak jelas. Akibatnya, uang Rp 255 triliun mengendap di daerah dan tak dipergunakan seperti selayaknya (semester I-2015, serapan APBN masih di bawah 40 persen). Secara gamblang beliau menyampaikan pesan tentang adanya ketakutan yang ujung-ujungnya berpengaruh pada kesejahteraan rakyat - karena hakikat pembangunan adalah mencapai kesejahteraan rakyat.

Menurut kajian pemerintah pusat yang diulas Harian Kompas, Sabtu (8/8/2015) menemukan 11 faktor penyebab lambannya penyerapan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) - khususnya tahun 2015, beberapa diantaranya: ketidakharmonisan peraturan perundang-undangan terkait perencanaan, pelaksanaan, dan pencairan anggaran antara APBN dan APBD; ada beberapa kegiatan yang memerlukan dasar hukum pelaksana; lama proses lelang untuk pengadaan barang dan jasa. Pilihan tiga faktor ini penulis anggap terkait dengan aspek kebijakan hukum dan kepastian.

Ada persoalan sistem hukum yang perlu segera dituntaskan oleh pemerintah RI jika menginginkan agenda mensejahterakan rakyat melalui pembangunan benar-benar terwujud yakni melalui langkah-langkah strategis yakni, Pertama: merumuskan kembali dan memperjelas fokus agenda pemberantasan tindak pidana korupsi; kedua: menyediakan perangkat legislasi yang komprehensif dan integral terutama terkait dengan pengadaan barang dan pembangunan; ketiga: membangun sistem penegakan hukum pemberantasan korupsi yang berkeadilan dan berlandaskan kepastian hukum.

Fokus Agenda Pemberantasan Korupsi

Dalam Penjelasan UU 31/1999 bagian Umum alinea kedua terdapat kalimat: ... karena dalam kenyataan adanya perbuatan korupsi telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar yang pada gilirannya dapat berdampak pada timbulnya krisis di berbagai bidang. Di alinea selanjutnya disebutkan: ... mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dalam rangka mencegah dan memberantas secara lebih efektif setiap bentuk tindak pidana korupsi yang sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara pada khususnya serta masyarakat pada umumnya.

Dapat kita pahami tujuan pemberantasan korupsi bukan hanya persoalan menyelamatkan keuangan negara, namun lebih luas lagi adalah mencegah dan memberantas semua bentuk tindakan tindak pidana yang merugikan masyarakat luas terkait penggunaan keuangan negara. Dengan makna lain pembangunan harus tetap dijalankan karena dilindungi oleh peraturan perundang-undangan. Karena tujuan akhirnya adalah kepentingan masyarakat luas maka menjadi aneh jika kemudian praktik pemberantasan korupsi malah merugikan masyarakat umum karena dampak berupa rendahnya pembangunan disebabkan oleh penyelenggara negara takut bermasalah secara sehingga cemas untuk mengambil kebijakan menggunakan anggaran untuk pembangunan. Dampak yang seharusnya tidak akan terjadi jika perangkat hukum memberikan panduan yang jelas dan perlindungan yang tegas bagi aparatur negara dalam menjalankan tugasnya tanpa dibayangi kata “koruptor”.

Ketika kepentingan umum menjadi hal pokok maka pemerintah, pembuat undang-undang dan penegak hukum harus “dipaksa” untuk menciptakan sebuah sistem pemberantasan korupsi yang tunduk pada kepentingan umum tersebut. Kita tentu tidak menginginkan terjadi pembiaran negara terhadap kecemasan yang dihadapi aparat penyelenggara pembangunan (pusat/daerah) karena ketidakjelasan fokus pemberantasan korupsi membuat mereka berada dalam ketidakpastian

Aturan Yang Komprehensif dan Integral

Ketika mewarisi spirit hukum Belanda dengan corak positivitisnya, menjadi keniscayaan bagi Indonesia untuk selalu berada dalam kehidupan sistem hukum strukturalis. Penegak hukum, pelaksana pemerintahan dan bahkan pembuat hukum itu sendiri pada akhirnya “dikekang” oleh teks-teks hukum. Tidak berarti ini kemudian dipahami sebagai sesuatu yang keliru namun kenyataan ini memberikan tantangan akan komprehensivitas dan integrasi yang menjadi keniscayaan guna menghindarkan negara ini jatuh pada ketidakpastian dan kekacauan.

Aturan tentang agenda pemberantasan korupsi dari hulu (level UU) sampai dengan hilir (PP, Peraturan Lembaga dan Pedoman lainnya) harus memuat satu kesatuan tujuan dalam bingkai sistem pemberantasan korupsi yang lengkap dan terpadu. Kepaduan yang bisa memberikan satu paradigma yang sama antara penyelenggara pemerintahan/ pembangunan dengan aparat penegak hukum bahwa yang dituju adalah pembangunan minus penyelewengan bukan pemenjaraan. Dibutuhkan produk legislasi yang punya batasan tegas tentang hakikat korupsi, pertanggungjawaban korupsi dan pendekatan berkeadilan dalam pemberantasan korupsi. Banyaknya aturan yang belum tersedia seperti diungkapkan Menkeu diatas sudah seharusnya tidak terjadi karena negara kita adalah negara hukum yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh bangsa indonesia.

Sistem Penegakan Hukum yang Berkeadilan

Kenapa koruptor dihukum ringan dibandingkan maling ayam? Kenapa pengambil kebijakan tanpa ikut menikmati uang korupsi ikut dipenjara? Bisakah sebuah kebijakan dihukum sebagai bagian tindak pidana korupsi? Masih banyak pertanyaan yang perlu dijawab, menunjukan bahwa pemberantasan korupsi kita belum memenuhi asas kepastian hukum dan mengusik rasa keadilan masyarakat.

Dalam kajian hukum terdapat dua sebab lahirnya pertanggungjawaban pidana yakni karena kesalahan (based on fault) dan petanggungjawaban mutlak (absolut responsibility), yang membedakan bahwa dalam hal kesalahan harus dibuktikan adanya perbuatan pidana (objektif atau subyektif) seseorang sehingga ia harus bertanggung jawab sedangkan dalam konsep pertanggungjawaban mutlak tidak dibutuhkan pembuktian adanya perbuatan yang menjadi dasar kesalahan.

Dalam praktik pemidanaan tindak pidana korupsi menerapkan kedua konsep ini baik karena melakukan atau karena membiarkan (by ommision atau by commision) terjadinya tindak pidana. Bagaimana jika karena keharusan jabatannya seseorang memutuskan untuk melakukan program pembangunan tertentu yang kemudian disalahgunakan oleh pihak bawahan (atau pihak lain), apakah ia layak dipersalahkan karena alasan by ommision sedangkan ia sudah menjalankan prosedur yang seharusnya dan tidak ikut menikmati uang negara yang salah gunakan tersebut?

Negara harus mencegah orang-orang yang tidak bersalah menjadi korban suatu peraturan perundang-undangan yang tidak baik. Ketidakmampuan melahirkan legislasi yang baik tidak bisa menjadi alasan melakukan pembiaran sehingga bisa berakibat lahirnya sistem peradilan korupsi yang korup, penegakan hukum digunakan untuk kepentingan yang berlawanan dengan tujuan hukum (memperkaya diri) atau sarana kepentingan politik jangka pendek (penyanderaan) sebagai balas dendam.

Pemberantasan korupsi butuh kejelasan batasan korupsi dengan bukan korupsi? mana kebijakan yang dibenarkan dan tidak boleh dipersalahkan? Kejelasan konsep pembiaran sebagai dasar pemidanaan dan ketegasan makna memperkaya orang lain? Agar pembangunan bisa dilanjutkan. ***

Spesial Untuk Anda:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar