Skip to main content
Boy Yendra Tamin

follow us

Tidak Semua Pemberian kepada Atasan Termasuk Gratifikasi

Oleh Drs. Syamsarul, SH, MM

C. Tidak Semua Pemberian kepada Atasan Termasuk Gratifikasi

Pemberian atau hadiah dari seorang pegawai negeri bagi pegawai negeri lain atau dari bawahan kepada atasan yang ada kaitan dengan pekerjaan kedua belah pihak bukan semuanya tergolong gratifikasi. Pemberian atau hadiah itu ditujukan bukan untuk menyogok yang bersangkutan. Dalam budaya kita, sudah menjadi tradisi atau kebiasaan bahwa seseorang memberi sesuatu kepada orang lain. Kebiasaan ini sudah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat sejak dulu kala atau dengan kata lain sejak nenek moyang kita sudah berperikehidupan dalam masyarakat. Yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa pemberian waktu dalam hajatan tidak dapat dielakkan karena kebiasaan ini sudah menjadi hukum adat yang sudah tertanam dalam diri masyarakat. Apalagi pemberian itu untuk atasan. Tentu saja pemberian itu merupakan penghargaan dari seorang bawahan kepada atasan.

Pemberian atau hadiah yang dimaksudkan sebagai basa basih yang sudah mendarah daging dalam kehidupan bermasyarakat di Negara kita tentu saja tidak dapat dihilangkan begitu saja. Kebiasaan ini sudah ada dan hidup, baik di kalangan masyarakat maupun di kalangan pegawai negeri sipil atau antara bawahan dan atasan. Sejak dahulu kala masyarakat sudah terbiasa memberi sesuatu baik berupa makanan maupun bungkusan untuk ucapan terima kasih. Pemberian itu bukan saja sebagai ucapan terima kasih, tetapi sebagai rasa senang dari si pemberi kepada si penerima.

Budaya masyarakat yang suka memberi itu tidak akan hilang di bumi nusantara ini apabila masih dipakai oleh masyarakat tempat mereka bermukin. Nusantara yang terkenal kental dengan budaya timur yang sopan dan santun dan menghormati orang dalam berperikehidupan sudah tidak asing di mata dunia. Sifat santun dan hormat tersebut tentu juga ada pada diri pegawai negeri atau penyelenggara negara. Pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara adalah bagian dari masyarakat.

Temin:1997 dalam Jans M. Monarh (Springer Science-Business Media Dordrecht, 2013) defines “culture” as the distinctive attitudes and action that differentiate groups of people. Culture in the sense is the result and expressed through religion, language, instinstutions ,and history”.

Scherkoske dalam Warren J. von Eschenbach (Springer Science-Business Media Dordrecht, 2013) highlights epistemic dimensions of integrity, which are related to the proinciple of honesty, but fails to acknowledge the performative requirement for ascribing integrity to individual. In deed, he explicitly denies any performative requirements which he claims, “integrity is an excellence of persons qua epistemic agents” that “requises a steadfast adherencces that supports going to the wall for one’s convictions”.

Dalam pergaulan hidup sehari-hari, beri-memberi sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia. Semakin kental budaya masyarakat itu, semakin suka masyarakat itu memberi. Dalam salah pasal dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yaitu Pasal 18B ayat (2) yang baru diubah oleh Majelis Permusyarawatan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Tahun 2004 dinyatakan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan hukum masyarakat adat berserta hak-hak tradisionalnyaa sepanjang masih hidup dan sesuai dengan dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Repubik Indonesia yang diatur dalam undang-undang”.

Perubahan pada Pasal 18 Undang-undang Dasar Tahun 1945 tentang nilai-nilai hukum yang hidup dan berlaku dalam masyarakat adalah suatu pertanda bahwa Negara memberi peluang kepada masyarakat adat untuk lebih meningkatkan perkembangan hukum adat setidaknya memberikan jaminan terhadap hak-hak tradisionalnya yang sudah ada dan hidup dalam masyarakat (H. Suardi Mahyyddin, S.H.: Dinamika Sistem Hukum Adat Minangkabau dalam Yurisprudensi Makamah Agung;2009).

Penutup

A. Kesimpulan

Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas ialah meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjawalan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik."

Gratifiasi adalah bahwa barang siapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah) (Pasal 3 UU 3/1980).

Pemberian atau hadiah dari seorang pegawai negeri bagi pegawai negeri lain atau dari bawahan kepada atasan yang ada kaitan dengan pekerjaan kedua belah pihak bukan semuanya tergolong gratifikasi. Pemberian atau hadiah itu ditujukan bukan untuk menyogok yang bersangkutan. Dalam budaya kita, sudah menjadi tradisi atau kebiasaan bahwa seseorang memberi sesuatu kepada orang lain. Kebiasaan ini sudah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat sejak dulu kala atau dengan kata lain sejak nenek moyang kita sudah berperikehidupan dalam masyarakat. Yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa pemberian waktu dalam hajatan tidak dapat dielakkan karena kebiasaan ini sudah menjadi hukum adat yang sudah tertanam dalam diri masyarakat. Apalagi pemberian itu untuk atasan. Tentu saja pemberian itu merupakan penghargaan dari seorang bawahan kepada atasan.

B. Saran

Kebiasaan yang sudah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat sebaiknya tetap dipertahankan  sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat. Budaya memberi kepada atasan atau pun kepada orang lain harus ada dan dipakai agar masyarakat itu tidak kehilangan budayanya. Dengan kata lain, jika budaya ini disengaja dihilangkan atau punah secara sendiri tentu kita akan kehilangan suatu budaya dan tentu juga kita akan kehilangan hukum adat kita.

[Baca juga Bagian sebelumnya atau Bagian 1]

Daftar Pustaka

Buku
Mahyuddin, H. Suardi: Dinamika Sistem Hukum Adat Minangkabau dalam Yurisprudensi  Mahkamah Agung: PT Candi Cipta Paramuda, 2009.

Jurnal
Springer Science-Business Media Dordrecht, 2013
Springer Science-Business Media Dordrecht, 2014

Undang-Undang
Undang-Undang dasar Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

Media Online
ads.hukumonline.com

Spesial Untuk Anda:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar