Skip to main content
Boy Yendra Tamin

follow us

Tentang Ketentuan Istirahat Kerja dan Cuti

Pengaturan tentang waktu istirahat kerja dan cuti bagi karyawan swasta ketentuan pokonya diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam konteks ini undang-undang menentukan bahwa pengusaha (perusahaan) wajib memberikan waktu cuti dan istirahat kepada pekerja atau karyawannya.

Berdasarkan Pasal 79 ayat 2 UU No 13 Tahun 2003 waktu istirahat dan cuti atau tidak masuk kerja meliputi:

  1. istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;

  2. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
  3. cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus; dan
  4. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
Ketentuan waktu istirahat kerja dan cuti tersebut pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Hal ini pengaturan teknis dari ketentuan istirahat dan cuti kerja tersebut perusahaan dapat juga bisa menentukan waktu istirahat lebih lanjut dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Pengaturan tersebut tentu sepanjang tidak bertentangan dengan ketetuan yang telah ditetapkan dalam UU No 13 Tahun 2003.

Hal penting yang harus menjadi perhatian pekerja maupun pengusaha, bahwa penggunaan waktu istirahat atau cuti kerja yang diambil karyawan, si karyawan tetap berhak mendapat upah dan sebaliknya pengusaha wajib membayarkan upah kepada karyawan/pekerja yang menggunakan waktu istirahat atau cuti kerja dengan ketentuan sebagaimana dituangkan dalam Pasal 93 ayat (1) dan (2) UU Nomor 13 Tahun 2003 yang menyebutkan:

1) Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.

2)  Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila:

  1. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan 

  2. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
  3. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak ataumenantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
  4. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;
  5. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
  6. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
  7. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
  8. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan
  9. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.
Pelaksanaan ketentuan kewajiban pengusaha membayar upah karena pekerja/buruh tidak masuk bekerja atau tidak melakukan pekerjaan karena hal-hal tertentu ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Selain yang telah ditentukan dalam undang-undang, setiap pekerja tentu harus meneliti peraturan perusahaan atau perjanjian kerja tempat dimana ia bekerja, setidaknya untuk memastikan apakah mengenai waktu tidak masuk kerja cukup diatur sekurang-kurangnya sebagaimana telah ditentukan dalam undang-undang dalam peraturan perusahaan atau dalam perjanjian kerja yang dibuat. Jadi Anda sebagai pekerja berhak tidak masuk kerja karena alasan menikah dan pengusaha tetap wajib membayar upahnya. ***

Spesial Untuk Anda:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar