Skip to main content
Boy Yendra Tamin

follow us

Prinsip dan Teknik Menyusun Replik dan Duplik

Oleh: Boy Yendra Tamin SH, MH Dt Suri Dirajo

Dosen Fakultas Hukum Univ Bung Hatta / Advokat

PENGANTAR.

Bagi praktisi hukum sebenarnya soal Replik dan Duplik bukanlah hal yang asing, karena replik dan duplik itu adalah bagian dari tahapan beracara dalam persidangan sebuah perkara. Meskipun demikian apa esensi dan bagaimana menyusun replik dan duplik bukanlah pekerjaan sederhana, apalagi jika dihubungkan dengan perkara apa replik dan duplik itu disusun.

Dari sisi bahasa KBBI mengartikan  replik sebagai jawaban penuntut (jaksa) atas tangkisan terdakwa atau pengacaranya, sedang “duplik” diartikan sebagai jawaban kedua ( terdakwa atau pembela) sebagai jawaban atas replik. Pengertian replik dan duplik dari KBBI itu tentu dalam konteks perkara pidana. Persoalannya kemudian, bagaimana dengan pengertian replik dan duplik dalam perkara perdata ? KBBI tidak memberikan pengertian secara khusus pengertian replik dan duplik dalam perkara perdata. Namun demikian, sejumlah sarjana memberikan pengertian terhadap replik dan duplik dalam konteks hukum acara perdata, dimana replik dimaksudkan sebagai jawaban penggugat baik tertulis maupun tidak tertulis terhadap jawaban tergugat. Sedangkan “duplik dalam konteks hukum acara perdata adalah jawaban tergugat terhadap replik yang diajukan penggugat. (Baca juga: Cara Menyusun Memori Banding)

Memahami pengertian replik dan duplik pada hukum acara pidana dan perdata itu memperlihatkan adanya perbedan esensinya, meskipun sama-sama menggunakan istilah duplik dan replik. Secara lebih renci perbedaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut;

Pertama: Replik dan Duplik dalam hukum acara pidana dilakukan setelah Penuntut Umum menyampaikan surat tuntutan dan terdakwa atau penasehat hukumnya menyampaikan pledoi.

Kedua, Replik dan Duplik pada hukum acara perdata dilakukan setelah Penggugat menyampaikan Gugatan dan Tergugatan menyampaikan jawaban atas gugatan, (Baca juga: Contoh Jawaban Gugatan Perdata)

Ketiga, Dari tahapan penyampaian Replik dan Duplik pada Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, maka Replik dalam hukum acara pidana yang diajukan Penuntut Umum adalah terhadap Pledoi Penasehat hukum/ Terdakwa, Sedangkan Duplik diajukan terdakwa/penasehat hukum terhadap Replik yang diajukan penuntut umum. Sementara itu dalam hukum acara perdata, Replik disampaikan Penggugat atas jawaban Tergugat dan Duplik diajukan Tergugat atas Replik Penggugat,

Memahami tahapan penyampaian Replik dan Duplik pada proses pemeriksaan perkara pidana dan perdata di atas, maka suatu yang mendasar untuk dipahami adalah bahwa Replik dan Duplik pada acara pidana dibuat dan diajukan setelah proses pembuktian dilakukan atau setelah pemeriksaan materi perkara dilaksanakan, sedangkan pada perkara perdata duplik dan replik di susun dan diajukan sebelum materi perkara diperiksa. Perbedaan ini tentu sekaligus akan mempengaruhi isi dan esensi dari replik dan duplik yang pada gilirannya akan mempengaruhi teknik penyusunan replik dan duplik pada masing-masing hukum acara atau jenis perkara.

Kemudian pada hukum acara pidana, setelah Penuntut Umum menyampaikan/ menyampaikan dakwaan, maka tahapan selanjutnya berupa keberatan (eskepsi) dari terdakwa / penasehat hukum terhadap terhadap dakwaan dan setelah itu tanggapan Penuntut Umum atas eksepsi Terdakwa/Penasehat Hukum. Tahapan inin tidaklah sama dengan tahapan persidangan berupa replik dan duplik. Hal ini bagi sementara orang acap disamakan dengan replik dan duplik meskipun hanya sebatas penggunaan atau penyebutan semata.

Teknik Menyusun Replik dan Duplik

Dengan memahami kedudukan dan tahapan proses persidangan berupa Replik dan Duplik baik dalam hukum acara pidana maupun dalam hukum perdata sebagaimana telah dikemukakan, maka sesungguhnya dalam menyusun Replik dan Duplik diperluan suatu kecermatan dan dengan mengingat orientasi dari Replik dan Duplik sesuai dengan jenis perkara dan hukum acaranya. Dalam konteks ini, maka setidaknya sebelum menyusun Replik dan Duplik hal yang harus dipahami adalah sebagai berikut;

Pertama, Replik dalam hukum acara pidana adalah tanggapan penuntut umum atas pledoi terdakwa/penasehat hukum dan replik pada intinya berupa bantahan terhadap hal-hal yang dikemukakan terdakwa atau penasehat hukum dalam pledoi terutama sepanjangan mengenai adanya perbedaan pandangan dengan penuntut umum. Sementara duplik dari terdakwa/penasehat hukum adalah tanggapan atas replik penuntut umum yang pada pokoknya berisikan dalil-dalil untuk mempertahankan apa-apa yang sudah dikemukakan dalam pledoi. Selain itu duplik terdakwa/pesehat hukum bisa juga berisikan berupa penegasan-penegasan terhadap perbedaan penilaian terhadap alat bukti dan lain sebagainya terkait hasil pemeriksaan materi perkara.

Kedua, Replik dalam perkara perdata yang diajukan dan disusun Penggugat berkaitan dengan jawaban Tergugat atas gugatan, dimana jawaban tergugat selain berisikan eksepsi juga berisikan bantahan-bantahan terhadap pokok perkara. Replik Penggugat adalah dalil-dalil yang menguatkan atau meneguhkan dalil-dalil gugatan yang dibantah oleh Tergugat dalam jawabannya. Meskipun demikian dalil-dalil replik yang berisikan dalil-dalil meneguhkan gugatan , namun dalil-dalil dalam. Replik pada gilirannya akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan proses pembuktian dalam pemeriksaan pokok perkara. Demikian pula sebaliknya dengan duplik tergugat selain menanggapi replik Penggugat sekaligus juga sebagai peneguhan terhadap bantahan-bantahan terhadap pokok perkara yang pada gilirannya akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pembuktian materi atau pokok perkara.

Dari dua prinsip dasar terkait eksistensi Replik dan Duplik sebagaimana dikemukakan menjadi alas dalam menyusun replik dan duplik sesuai dengan bidang permasalahan hukumnya.

Dari beberapa hal yang dikemukakan mengenai replik dan diplikndi atas, maka hal itu merupakan titik tolak dalam menyusun replik dan diplik. Artinya secara teoritis tidak ada teori yang mengajarkan bagaimana teknik menyusun replik dan duplik. Bahkan mengenai bentuk dan susunannya pun tidak juga diatur dalam hukum acara. Karena itu, penyusunan replik dan duplik selain tergantung pada jenis bidang hukumnya juga tergantung pada materi pokok dari perkaranya. Selain itu tergantung pula pada kemampuan dan penguasaan materi permasalahan dari perkara dari pihak-pihak yang berperkara.

Menyusun Replik dan Duplik Dalam Perkara Perdata.

Biasanya dalam proses peadilan perdata, jawaban tergugat selain memuat dalil-dalil bantahan terhadap pokok perkara, juga termuat eksepsi dan dapat pula memuat gugatan balik (rekonvensi). Karena itu sebelum menyusun replik, pihak penggugat perlu memperhatikan struktur jawaban dari Tergugat atas gugatan. Artinya struktur replik tergantung dari isi dan susunan jawaban Tergugat. Dalam konteks ini hukum acara perdata tidak menentukan secara limitative bagaimana bentuk, susunan dan isi replik

Replik merupakan pemberian hak kepada penggugat untuk menanggapi jawaban yang diajukan tergugat dan hal itu sejalan dengan asas audi alteram partern. Dalam bahasa sederhananya replik dapat diartikan sebagai jawaban Penggugat atas jawaban penggugat atas gugatan pengugat. Akan tetapi bagimana bentuk dan susunan replik tidak diatur sedemikian rupa. Oleh karena itu bentuk dan susunan Replik tergantung pada struktur dan isi jawaban tergugat, maka Penggugat selain harus tetap berpedoman pada gugatannya, maka hal lain yang harus dicermati dalam menyusun duplik adalah apabila, dalam jawaban tergugat selain memuat bantahan terhadap pokok perkara juga memuat eksepsi dan gugatan balik . Dalam konteks ini, maka ;

  1. Penggugat dalam menyusun replik selayaknya harus menguasai hal-hal yang terkait dengan eksepsi,

  2. Penggugat dalam menyusun replik harus mempertimbangkan dengan cermat isi gugatan balik dari tergugat. Pada tataran menanggapi gugatan balik, maka pennggugat mau tidak mau memuat juga jawaban atas gugatan balik dari Tergugat dan jawaban tersebut termuat dalam replik.
  3. Penggugat dalam menyusun replik harus senantiasa mempertimbangkan ada atau tidak adanya alat bukti dari dalil-dalilnya dalam duplik sebagai peneguhan atas gugatanya dan dalil-dalil bantahan atas gugatan balik dari dari Tergugat. Hal ini menjadi penting artinya dalam menyusun replik karena apabla dalil-dalil yang dituangkan dalam replik hanya berupa “dalil-dalil kosong” maka replik yang disusun melemahkan gugatan sendiri. Demikain juga dengan dalil-dalil terkait gugatan balik, selain selalu diperhatikan singkronisasinya dengan dalil gugatan, juga harus dipertimbangkan alat bukti yang akan memperkuat dalil-dalil jawaban atas bantahan terhadap gugatan balik.
  4. Penggugat dalam menyusun replik lazimnya selalu memuat permintaan pada majelis hakim untuk mengabulkan tuntutan dalam gugatan.
Penting artinya memahami dan mencermati beberapa hal yang dikemukakan di atas, karena kebanyakan pembicaraan mengenai replik seringkali dipahami sebagai istrumen hukum acara untuk menyanggah atau menolak atas sebagian atau seluruhnya dalil-dalil tergugat yang dikemukakan dalam jawaban.

Dalam Replik biasanya akan dimasukkan dalil-dalil yang merupakan sanggahan atau penolakan atas sebagian atau seluruh dalil-dalil Tergugat dalam jawabannya. Sebenarnya replik tidak selalu terkoptasi dalam pandangan serupa itu, karena :

Pertama, dalam replik tidak hanya berisi dalil-dalil sanggahan atau penolakan saja, tetapi bisa berupa penguraian lebih rinci dari dalil-dalil yang telah diuraikan dalam gugatan.

Kedua, dalil-dalil dalam replik boleh saja menambahkan pendapat ahli (doktrin hukum) dan yurisprudensi, namun muara dari dalil-dalil tersebut adalah pada alat bukti, Sehingga dalil-dalil bantahan, penolakan yang diperkuat dengan doktrin dan yurisprudensi harus berujung pada ada alat bukti kelak yang dihadirkan dalam pemeriksaan pokok perkara.

Ketiga, dalam menyusun dalil-dalil dalam replik haruslah dihindarkan minsed apa-apa yang dikemukakan tergugat dipengaruhi sikap penolakan mutlak. Karena ada kemungkinan dalil-dalil yang dikemukakan Tergugat dalam jawabannya justeru memberikan titik terang dari apa yang didalilkan Penggugat, Bisa jadi juga dalil-dalil yang dikemukakan Tergugat memberi penguatan bagi gugatan Penggugat. Artinya dalam menyusun replik pihak penggugat harus bersikap dan berfikir objektif , rasional dan tidak emosional . Sehingga uraian-uraian dalam replik tidak ditanggapi sebagai dalil yang mengada-ada. Kebiasaan atau biasa ada kecenderungan Penggugat dihinggapi penyakit “main tolak” terhadap dalil-dalil Tergugat dalam jawabannya

Keempat, apabila pada jawaban tergugat termuat eksepsi, maka dalam menyusun replik pihak penggugat haruslah cermat, karena biasanya tergugat menggunakan dalil “apa-apa yang termuat dalam eksepsi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pokok perkara”. Karena itu dibutuhkan relevansi dan singkronisasi penyusunan dalil dalam menanggapi eksepsi dengan dalil pokok perkara. Demikian juga dalil-dalil replik, jika jawaban Tergugat memuat gugatan balik.

Kelima, sekalipun pada tahap replik pemeriksaan perkara baru sebatas jawab menjawab atau bantahan membantah, akan tetapi untuk beberapa dalil tertentu Penggugat bisa mengajukan bukti-bukti pendukung, seperti terkait dengan adanya permintaan sita jaminan dalam gugatan atau hal-hal yang bisa menyebabkan pemeriksaan perkara dihentikan karena eksepsi kewenangan mengadili yang diajukan Tergugat diterima majelis hakim, misalnya karena daluarsa atau karena nebis amiden, dan lain sebagainya.

Bagaimana dengan Duplik ? Seperti telah disinggung sebelumnya, bahwa duplik selain sebagai tanggapan tergugat atas replik penggugat, sekaligus meneguhkan kembali jawaban tergugat, Pada dasarnya penyusunan duplik adalah sama, namun dalam esensinya sesuai dengan kepentingan Tergugat. Dalama konteks ini penyusunan duplik tentu tidak selamanya dipahami sebagai kontra atau bantahan-bantahan dan peolakan terhadap dalil-dalil yang dikemukakan penggugat dalam repliknya,

Duplik dalam bahasa yang sederhana dapat dikatakan sebagai jawaban kedua dari Tergugat atau diartikan sebagai jawaban balik dari tergugat atas replik penggugat. Meskipun keberadaan duplik masih dalam proses jawab-menjawab dalam peradilan perdata, namun demikian sama halnya dalam penyusunan replik, penyusunan replik dengan dalil-dalilnya juga harus berupa dalil-dalil yang pada gilirannya berujung pada proses pembuktian ketika pokok perkara diperiksa.

PENUTUP

Beberapa hal yang telah dikemukakan di atas setidaknya merupakan berapa prinsip teknis dalam menyusun replik dan duplik. Dalam prakteknya selalu membuka kemungkinan untuk pengembangan sesuai kebutuhan para pihak. Selain karena penyusunan replik dan duplik sangat ditentukan pokok perkara dan persolan hukumnya, maka pada gilirannya penyusunan replik dan duplik terpulang pada kemampuan dan pengetahuan hukum penyusun replik dan duplik, khususnya kemampuan dan kedalam penguasaan permasalahan yang menjadi sengketa.***

Padang 15 Mei 2013

*, Makalah ini pernah disampaikan dalam pelatihan teknis hukum yang diselenggarakan Pemda Sumatera Barat tanggal 15 Mei 2013 di Hotel Pangeran City Padang.

Spesial Untuk Anda:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar