Skip to main content
Boy Yendra Tamin

follow us

Ketentuan Rangkap Jabatan Profesi Hukum

Dalam dunia hukum dikenal beberapa bentuk profesi hukum dan masing-masing profesi hukum itu memiliki pengaturan sendiri. Persoalannya kemudian, bolehkan seseorang menjalankan profesi hukum lebih dari satu atau menjalankan rangkap profesi hukum atau menjalankan profesi hukum rangkap dengan profesi lain.  Istilah menjalankan profesi hukum rangkap itu tentu tidak selalu identik dengan istilah rangkap jabatan, karena dalam dunia hukum, adakalanya  istilah jabatan tidak identik dengan profesi. Misalnya advokat bukanlah jabatan dan berbeda halnya dengan notaris yang selain profesi adalah juga jabatan. Meskipun demikian adanya pendapat yang berbeda merupakan tidaklah menjadi soal.

Baca juga: Mesothelioma dan Mesothelioma Attorney

Kembali ke pokok masalah, dapatkan seseorang yang memenuhi dapat menjalankan profesi hukum secara rangkap. Misalnya, selain menjadi pengacara/advokat juga menjadi notaris, atau selain menjadi Hakim dan juga menjalankan profesi dosen dan lain sebagainya. Terlepas dari berbagai bentuk kemungkinan seseorang menjalankan profesi hukum secara rangkap, yang terpenting sebenarnya adalah, bahwa ada beberapa profesi hukum yang bisa dilakukan secara rangka, namun ada juga ketentuan yang mensyaratkan tidak boleh dilakukan dengan rangkap.

Dalam konteks menjalankan profesi secara rangkap itu, maka ada baiknya dikemukakan terlebih dahulu apa yang masuk dalam profesi hukum yang antaranya; advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), konsultan hak kekayaan intelektual, kurator, hakim serta dosen. Dari sejumlah  profesi hukum itu dapat dijalankan secara rangkap sepanjang tidak ada ketentuan yang melarangnya untuk dijalankan secara rangkap. Artinya, boleh tidaknya seseorang menjalankan profesi rangkap tergantung aturan yang mengatur bagaimana masing-masing profesi hukum dijalankan.

Beberapa Profesi hukum yang dapat dijalankan rangkap diantaranya, advokat dapat menjalankan profesi hukum lain sebagai konsultan kekayaan intelektual, atau kurator, atau menjadi dosen hukum non PNS.

Baca juga: Accident Lawyers Needed Everyone: A Hope in Indonesia

Dapatnya seorang Advokat merangkap sebagai kurator atau pun konsultan kekayaan intelektual adalah karena adanya ketentuan peraturan perundang-undangan (Permenkumham No 18 Tahun 2013 yang bahkan mensyaratkan, bahwa salah satu persyaratan untuk dapat menjadi sebagai kurator adalah orang tersebut harus advokat, akuntan publik, sarjana hukum, atau sarjana ekonomi jurusan akuntansi.

Kemudian, apabila diperhatikan UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat, advokat dilarang berstatus sebagai PNS atau pejabat negara. Hal ini maknanya, selain daripada itu, advokat dapat merangkap jabatan lain.

Memahami ketentuan dalam UU Advokat, tidak diatur bahwa advokat tidak dapat menjadi dosen atau hakim. Ini artinya, seorang advokat dapat menjadi dosen tentunya dosen non PNS, dan advokat dapat menjadi hakim, tetapi tidak dapat menjalankan kedua profesi itu secara rangkap.

Beberapa hal dikemukakan mengenai rangkap jabatan dalam profesi hukum pada dasarnya ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur masing-masing-masing profesi hukum bersangkutan. Karena itu boleh tidaknya rangkap jababatan atau rangkap profesi hukum adalah tergantung pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur masing-masing bidang profesi hukum atau ketentuan profesi non hukum yang mesyaratkan tidak boleh dirangkap dengan profesi hukum.(dh-1)

Spesial Untuk Anda:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar